SmallBusiness

urun rembug soal bisnis, wirausaha, sedikit curhat and hepi-hepi

Sunday, April 25, 2010

KOBER LOENPIA APRIL 2010



Kemaren Sabtu 24 April 2010 adalah buat pertama kalinya aku ikutan Kober (Kopi darat bermutu) ala komunitas blogger Semarang, Loenpia.Net.

Bertempat di rumah Pak Dwi Pramono yang guedee.. banget, acara berlangsung meriah. Ada Bang Munif, Mas Yogie, Om Didut, Ocha (bhs Jepang = teh ijo), Nida (korlap), seksi huru-hara (den baguse Pepeng) dan setenggok "apel" n "jeruk" bosok lainnya.

Inti Kober kali ini adalah gimana para blogger Loenpia.Net berani nulis di koran.
Kalo bisa ya Kompas, Suara Merdeka, Wawasan.. ato paling nggak di Meteor... (ben saingan sama Darmo Munyuk..).

Yang jadi dosen kali ini adalah Pak Sukawi. Kebetulan yang ini mah dosen beneran....
Dan belio udah nulis banyaaak banget di koran-koran macem Kompas dan Suara Merdeka.
Beliau membawaken materi tersebut dengan gaya santai dan mudah dipahami.

Meskipun acaranya mirip kuliah, tapi suasananya sangat santai. Banyak yang mencerna materinya Pak Kawi sambil "mencerna" lotis, lontong opor, keripik kulit tahu, dsb.
Pokoke huebats n mangtabz..!

Tengkiyu buat Pak Kawi atas ilmunya, tengkiyu juga buat Pak DP yang sudah menjamu kita-kita dan maap yang bertubi-tubi buat Pak DP karena rumahnya udah buat "jag-jagan" para bandit online....

Baca Selengkapnya / Read More !

Sunday, April 04, 2010

Kakekku, Mr. Motoco "The Brown Superman From Yogyakarta"


Foto tahun 1925.

Belum lama ini aku nemuin kertas guntingan koran dari harian Kedaulatan Rakyat-Yogyakarta. Sayang tidak tercantum tanggalnya.

Yaitu tentang wafatnya “Mbah Kakung” atau kakekku, ayah kandung bapakku yang masa mudanya sangat terkenal dengan sebutan The Brown Superman from Yogyakarta”, pada tahun 1976.

Nama aslinya adalah Achmad Achiad yang lahir di kampung Danurejan (Kauman), Yogyakarta. Karena lahir pada tahun Alip, maka namanya berinisial “A”.

Ketika bujangan beliau bekerja pada Kantor Lelang Van Der Dom & HJ. Karena biasa mengurusi lelangan barang-barang, maka beliau dikenal juga sebagai “Amat Toko”. Kelak beliau lebih dikenal dengan nama “Mr. Motoco”.

Beliau lalu menjadi tokoh binaraga dan sirkus “tempo doeloe”. Keterampilan yang dimiliki adalah ringen, rekstok, halteren (angkat besi) 85 kg yang diputar-putarnya dengan berbagai gaya secara lincah. Mematahkan rantai besi, menggulung lempengan besi di pergelangan tangannya, menancapkan paku di kayu tebal dengan tangan kosong lalu dicabut dengan giginya, membengkokkan mata uang logam dengan gigi (halah.. koq malah kayak Limbad..), menari-narikan otot-ototnya seperti binaragawan jaman sekarang, dll.

Antara tahun 1912 hingga 1919 beliau diangkat anak oleh Mr. Willy Harmston pemilik Harmston Circus dari Inggris dan melanglang buana, antara lain ke Peking (Beijing), Shanghai, Hongkong, Saigon, Bangkok, Singapura, Rangoon, Manila dan lain-lain.

Ketika Perang Dunia I meletus, beliau sedang mengisi acara-acara sirkus di Bombay, Calcuta dan Madras sehingga tidak bisa pulang ke tanah air.

Setelah Perang Dunia I berakhir, beliau kembali ke tanah air dan tetap menjalankan profesinya sehingga dikenal di seluruh nusantara sebagai “The Brown Superman from Yogyakarta”. Masa jaya beliau bersamaan dengan populernya Eddy Polo (Si Mata Banteng), bintang film Hollywood, jaman film masih bisu.

Sering beliau mengadakan pertunjukan amal. Seperti di Bukittinggi untuk mengumpulkan dana bagi korban meletusnya Gunung Merapi, lalu di Makassar dan lain tempat untuk mendirikan gedung-gedung yang bersifat sosial. Beliau juga membangun kebun binatang mini di rumahnya, Yogyakarta.

Pernah juga beliau ikut eksebisi tinju melawan Jimmy Mermes (petinju kulit hitam) di Sriwedari dan worstelen (gulat) melawan Juki di Bandung. Umumnya lawan-lawannya lebih tinggi dan lebih besar badannya. Dalam adu gulat tersebut beliau menerima 300 Gulden.

Karena pengalaman beliau keliling dunia dan memiliki piagam penghargaan dari Ratu Belanda, maka para tentara Belanda juga menghormati beliau dan tidak berani mengusik keluarga beliau saat Belanda menguasai Yogyakarta.

Namun pada masa tuanya, beliau mengalami masa suram sebagai penjual kue Su'uk (kue kacang) akibat menjadi korban “Musibat”, yaitu pengguntingan nilai uang. Tabungan beliau di Bank Tabungan Pos sebesar Rp 100.000,- setelah dikurs hanya tinggal Rp 100,-. Beliau sangat terpukul.

Meski begitu, hingga akhir hayat beliau tetap melakukan kegiatan sosial di Masjid Besar Kauman, Yogyakarta.

Beliau wafat pada usia 81 tahun di rumahnya, Notoprajan dan dimakamkan di Pemakaman Umum Kuncen, Yogyakarta. Aku masih ingat betul peristiwa tersebut karena kebetulan aku adalah salah satu cucu yang sangat dekat dengan beliau.

Meskipun aku tidak mewarisi keterampilan beliau, paling tidak aku juga pernah merasakan jadi perantau di negeri orang (Taiwan dan Jepang) selama 8 tahun.

Biar orang sudah tidak lagi ada yang tahu tentang sepakterjang beliau di jaman doeloe, bagiku beliau tetaplah sosok seorang pahlawan yang patut dikenang. Beliau adalah “My Hero”…….


Baca Selengkapnya / Read More !

Kanji Learning

Bookmark and Share

 

Matur Tengkyu (Terima Kasih) Atas Kunjungan Anda