Katanya sih, Kebangkitan Nasional kita udah berumur se-abad. Berarti udah muateeng buangets. Iya nggak?
Nggak tahu kenapa, mungkin “koki”-nya kebanyakan, atau “bumbu”-nya yang kelewat “pedes”,….. ya mbuh-lah…
Saat ini tiap orang udah sadar dengan hak-nya. Tapi hanya sebagian yang sadar dengan kewajibannya.
Susahnya, banyak orang memaksa agar hak-nya terpenuhi meski harus mengorbankan hak orang lain.
Contohnya ;
PKL yang ingin hak-nya mencari nafkah terpenuhi tetapi merampas hak pejalan kaki atas penggunaan trotoar.
Demonstran yang merasa berhak “bersuara” sampe harus bakar-bakar ban dengan mengorbankan hak pengguna jalan, dll.
Pada saat tiap orang mulai beranggapan bahwa hak-nya harus dibela ala “jihad”, maka yang muncul adalah kekerasan yang tak berujung.
Sekarang menikmati siaran tipi sehari penuh tanpa melihat tayangan kekerasan sama sekali adalah sebuah hil yang mustahal (pinjem istilahnya Asmuni Srimulat).
Mulai dari tayangan berita kegiatan unjuk rasa maupun penertiban PKL yang dibumbui baku pukul hingga infotainment khusus kriminalitas yang menyajikan peristiwa pembunuhan.
Dari situ kita baru sadar, ternyata kadang-kadang nyawa kita hanya dihargai tak lebih dari duit Rp 10.000,-
Oh,…murahnya…..
Sedih rasanya melihat bangsa ini tenggelam dalam gelombang kekerasan....hiks....
Mestinya seabad kebangkitan nasional menghasilkan sebuah bangsa yang beradab, santun, kuat, bermartabat dan berprestasi.
Gimana kalo kita semua kumpul sebentar di warung wedangan, warung kopi atau warung nasi kucing yang tersebar di seluruh pelosok negeri sekedar untuk melakukan perenungan atau ngobrol ngalor-ngidul soal konsep terbaru berbangsa dan bernegara yang ideal, yang menjamin terpenuhinya hak setiap anak bangsa tanpa perlu adanya aksi kekerasan ?
Gimana hayo ?!
Bangkit Indonesia-ku !!!!!