Menata Ulang Kota Semarang
Mumpung belum telanjur kayak Jakarta yang sukses bikin
stress siapapun yang lagi di sana, kita butuh master plan atau cetak biru yang
baru yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi terbaru.
Hal-hal yang musti masuk di cetak biru tsb :
1. Penataan Pemukiman :
(rusun murah / danchi di Iwata-Shi, Prefektur Tokyo)
Perbanyak Rumah Susun Sewa (Rusunawa) yang layak tapi murah meriah di pusat kota. Selama ini warga berpenghasilan rendah yang bekerja di pusat kota justru tinggal di pinggiran kota bahkan ada yang tinggal di wilayah Kendal, Demak, Purwodadi dan Ungaran. Mereka adalah penyumbang terbesar kemacetan di jalan raya, baik lewat angkot, bus dan sepeda motor.
Andai mereka tinggal di rusunawa dalam kota, berangkat kerja
maupun bersekolah cukup jalan kaki atau bersepeda. Gak pake bea transport.
Ngirit. Jalanan nggak macet, polusi minim. Bisa bantu pemerintah hemat subsidi
BBM juga loh,..
(danchi di Funabashi, Prefektur Chiba)
Bagi warga berpenghasilan tinggi bisa tinggal di rusunawa yang dibangun swasta. Biasanya sih biar keliatan keren disebut Apartemen. Atau sekalian aja beli Mansion atau Kondominium.
Masalahnya, masyarakat kita belum
terbiasa tinggal di hunian vertikal macem rusunawa. Tapi ini cuman karena belum
terbiasa aja koq.. Ntar juga bakalan jadi sesuatu yang lumrah.
Nah, biar warga penghuni pusat kota betah dan nggak stress,
taman kota diperbanyak. Setiap taman juga musti dilengkapi toilet yang layak
dan memadai. PKL diberi tempat yang layak, nggak jualan di trotoar. Trotoar
yang berfungsi sebagai city walk juga musti cukup lebar dan nyaman buat pejalan
kaki serta pengendara sepeda.Pasar tradisional juga dibikin yang rapi dan bersih,
misalnya dalam bentuk arcade kayak Pasar Baru di Jakarta. Jadi selain buat
tempat belanja juga bisa buat obat stress. Asyik nggak tuh?..
Cuman emang nggak mudah untuk merubah perilaku khas bangsa
kita yang usil, demen ngrusak, cuek soal kebersihan dll. Tapi aku yakin banget
pasti bisa dirubah menjadi baik dengan kerja sama dan kerja keras pemkot dan
warga sendiri. Emang sih, sosialisasinya butuh dana besar, waktu, tenaga,
pikiran, tapi buat masa depan yang lebih baik kenapa nggak?.. Optimis ajalah..
(jalan di kanan-kiri sungai di Tadotshu-Cho, Pref.Kagawa)
Trus, kanan-kiri sungai dibikin jalan yang juga berfungsi sebagai jalur inspeksi sungai. Semua rumah wajib menghadap sungai. Biar sungkan kalo mau buang sampah atau buang hajat ke sungai..hi..hi.. Kalo nekat juga ya kelewatan deh.. mending didenda yang tinggi. Ben kapok..
Rumah baru yang mau dibikin di pusat kota wajib bertingkat,
minimal 2 lantai. Maksudnya, biar ada halaman buat penghijauan. Kalo perlu,
pajak (PBB) dikasih diskon kalo bisa nyediain lahan penghijauan 30% atau lebih
dari total luas tanah tempat rumah tsb dibangun. Buat pengembang perumahan,
sampai sekian kilometer dari pusat kota, kalo mau bikin perumahan ya musti
vertikal alias rumah susun.
Masalahnya, bikin gedung tinggi di Semarang masih terkendala
adanya Bandara A.Yani yang dekat dengan pusat kota. Gimana kalo kita pindahin
ke Demak aja ?...
Menurutku sih, ngembangin kota bukan berarti musti ada rumah
/ bangunan di setiap jengkal tanah di kota ini. Tapi, memaksimalkan potensi
yang ada di tiap wilayah biar terjadi pemerataan ekonomi. Jadi kalo potensinya
di bidang pertanian dan perkebunan kayak Gunungpati karena tanahnya subur, ya
jangan dibikin jadi kawasan perumahan apalagi industri. Bikin petani di situ
hidup makmur, biar profesi petani tetap dihargai dan diminati generasi mudanya.
Ini juga penting buat menjaga ketahanan pangan kota kita serta
ketersediaan air tanah yang dibutuhin semua warga kota juga areal pertanian dan
perkebunan di situ. Lha wong sekarang aja pembangunan perumahan di situ udah
gila-gilaan.. Musti distop tuh… Kalo perlu, bikin program hutan rakyat di
kawasan hulu kota Semarang.
Tapi kalo pun dibikin area wisata di situ ya musti yang berwawasan
lingkungan / agro wisata. Misalnya pemancingan, adventure park dan sejenisnya
yang juga nyediain komoditas lokal macem sayur mayur, buah-buahan dan kerajinan
tangan.
2. Antisipasi Banjir dan Rob :
(pelabuhan Port Island, Kobe)
Langkah yang ditempuh Pemerintah khususnya Pemkot Semarang dengan program Integrated Water Resources and Flood Management yang didanai duit pinjeman dari pemerintah Jepang patut diapresiasi tinggi. Cuman menurutku di beberapa lokasi rawan banjir-rob juga musti dibikin selokan bawah tanah / bawah jalan raya yang gede kayak di pilem-pilem Hollywood itu loh,..
Kalo banjir bisa diatasi tapi rob-nya tetep ngeyel, mungkin
juga perlu dipikirin untuk bikin bendungan lepas pantai yang membentang
dari Kendal sampe Demak,...
(lingkungan di kawasan pusat Port Island, Kobe)
Untuk ngembaliin biaya pembangunannya, bagian atas bendungan dijadiin jalan Tol aja. Tentu aja pembangunannya musti terintegrasi dengan pelabuhan baru yang dibangun di sebelah Utara bendungan. Investor pembangunan pelabuhan tsb bisa panen duit dari penyewaan properti seperti rusunawa, pertokoan / trade center, pergudangan, perkantoran, hotel, terminal peti kemas, terminal fery, convention center, pengoperasian rumah sakit dll. Wah,...mimpi kali ya?...
Mengatasi banjir dan rob juga perlu melibatkan masyarakat.
Menyadarkan masyarakat biar nggak buang sampah sembarangan, tentu bukan
pekerjaan ringan. Begitu pun melarang / membatasi sumur pompa yang jadi salah
satu penyebab turunnya permukaan tanah, karena berarti PDAM wajib nyediain air
yang cukup dan mengalir 24 jam sehari kepada semua warga di seluruh wilayah
kota Semarang.
3. Transportasi Massal :
(kereta KRL Yamanote di Tokyo)
Jangan nunggu sampe kemacetan di Kota Semarang separah Jakarta. Makanya perlu segera dibangun jaringan kereta api dalam kota atau jarak pendek yang menghubungkan Semarang dengan Kendal, Demak, Kudus, Jepara dan Purwodadi. Jaringan kereta api bisa berupa monorel, KRL, Subway atau kombinasi ketiganya. Pemerintah melalui PT KAI bisa melibatkan swasta untuk mempercepat pembangunan jaringan tsb.
Trus, tiap stasiun kereta api harus terintegrasi dengan
Terminal / Halte Bus. Stasiun kereta api juga difungsikan sebagai pusat ekonomi
dan kegiatan masyarakat setempat. Artinya, di sekitar stasiun tsb didirikan
rusunawa, kantor-kantor instansi pemerintah, pasar tradisional, bank, puskesmas
/ rumah sakit, sekolah, taman / alun-alun dll. Ini juga buat meminimalisir
transportasi warga dengan kendaraan pribadi.
(terminal bus di depan stasiun Shibuya-Tokyo)
Angkot hanya beroperasi di wilayah yang tidak terlayani bus kota. Istilahnya sebagai feeder (pengumpan) bagi bus kota. Bus kota akan membawa penumpang ke stasiun kereta api. Biar tertib, aman dan nyaman, maka seluruh armada bus kota harus beroperasi berdasarkan jadual waktu yang ditentukan dan hanya berhenti di halte bus kota aja. Kayak Busway atau Trans Semarang itu loh..
4. Pengelolaan Sampah :
(sampah dipilah-pilah)
Sudah saatnya sampah dikelola secara professional dengan melibatkan swasta. Bukan cuman sampah dipilah-pilah dulu sebelum dibuang, tapi diberlakukan pembuangan sampah berjadual sesuai jenis sampah dan wilayah serta pake teknologi terbaru di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
(waste incinerator di Katsushika-Tokyo)
Sampah di TPA dibakar dengan suhu tinggi (pake waste incinerator) untuk meminimalisir racun dioxin, bau direduksi, panas tungku pembakaran pun bisa dipake sebagai pembangkit listrik yang bisa dijual ke PLN. Residu pembakaran juga bisa dijadiin produk-produk yang bermanfaat.
Image :
sjkk.or.jp, bunsei.kanpaku.jp, masfiq, shibuyamap.net, portal.nifty.com, japan-i.net, panoramio.com, f.hatena.ne.jp, oddjob.shotsharing.com, mylifesexplosion.blogspot.com
Labels: jepang, kota semarang, pemukiman, perumahan, semarang, transportasi kota semarang
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home